Mencari

Seorang investor selalu YAKIN bahwa rejeki itu ada di pasar Modal. Tugas sejatinya adalah mencari. Keindahannya adalah dalam berusaha menemukan. Akhirnya, kepuasannya tatkala menemukan apa yang diinginkannya

Senin, 31 Desember 2012

Nicolas Darvas

Nicolas Darvas, berasal dari Hungaria dan saat perang dunia kedua berkecamuk, dia melihat tidak ada harapan yang cerah, baik dibawah fasis Nazi, maupun Komunis Stalin, pada tahun 1943, ia memutuskan hijrah ke Amerika pada usia yang masih belia, 23 tahun. Di New York, dia kemudian menjadi penari Ball-room top dengan bayaran yang tertinggi saat itu. Namanya kian berkibar dan sering menari ke luar negeri termasuk ke Eropa.

 Tahun 1952, saat ia menari di Latin Quarter’s New York, agennya mengabarkan bahwa ada seseorang yang booking untuk menari di Toronto Canada, tapi tidak dibayar dengan uang, melainkan dengan saham. Saham? Darvas sebelumnya buta mengenai persahaman, agak bingung juga dia. Dia ditawari bayaran 6000 saham BRILUND, yang saat itu harganya 50 sen per lembar, sehingga sekitar 3000 dolar. Sepanjang dia tahu, harga saham naik turun, dia coba menawar, apakah kalau pemesannya bisa menggaransi andaikata turun dibawah 50 sen, dia bisa mendapat kompensasi selisihnya? Penawar ini setuju, untuk period 6 bulan saja. Semua sepakat.

Setelah itu, Darvas tidak pernah memikirkan sahamnya lagi, sampai suatu ketika ia melihat sekilas ke daftar harga saham di koran, ia terkejut membaca harga BRILUND saat itu 1,90 dolar
per saham. Langsung dia jual sahammnya, rasanya seperti sulap, dalam dua bulan untungnya saja 8.000 dolar. Terpesona oleh dunia saham, modal awal dan untungnya, total 11.000 dolar dia tanamkan lagi ke saham. Namun nasibnya tidak semujur sebelumnya, berturut-turut dia rugi, beli 19 sen, jual 10 sen; beli 12 sen, jual 8 sen; beli 130 sen, jual 110 sen; beli 22 sen jual 14 sen, setiap minggu rata-rata dia rugi 100 dolar, sampai tiba-tiba dia sudah kehilangan 5000 dolar.Darvas tidak menyerah dan terus belajar, dia kemudian memindahkan pasarnya dari Toronto ke Wall-street New York.

Tahun 1957 namanya dalam dunia tari makin berkibar, dan bersama partnernya Julia, dia mendapat tawaran untuk keliling dunia menari di berbagai belagan dunia. Darvas kemudian merundingkan cara-cara remote trading dengan brokernya. Semua perintah jual beli atau informasi dari broker akan dikirimkan dengan fasilitas telegram melalui hotel dimana Darvas menginap. Sedangkan semua berita transaksi akan dikirimkan melalui telegram ke Hotel dimana Darvas menginap. Bila kebetulan Darvas sedang bergerak atau transit, misalnya dari India ke Jepang, maka telegram di kirim ke 3 alamat, hotel di New Delhi, airport dan hotel di Tokyo.

Karena perbedaan waktu dan tempat yang berjauhan, Darvasbekerja menghitung masuk/keluar saham sendirian, tanpa terpengaruh rumor, berita ekonomi, tv (saat itu masih sangat terbatas). Data dari saham diperolehnya dari Koran pagi Time Magazine dan Baron‘s Magazine, yang diperolehnya dari drug-store di loby hotel setiap pagi. Karena keterlambatan informasi, Darvas hanya bisa menghitung pergerakan harga saat pasar di New York sudah tidur. Tahun 1957, DELAPAN BELAS BULAN, atau 6,5 tahun sejak ia mengenal saham, berdagang dengan cara demikian, dan dengan box theory, dari modal 10.000 dolar Darvas berhasil mencetak keuntungan 2 JUTA DOLAR !!  


Anehnya ketika Darvas kembali ke New York, dan bekerja secara nyata di lantai bursa, peruntungannya jauh melorot. Rupanya, dia banyak terpengaruh keramaian rumor dan analys yang saling mengklaim ramalannya paling benar dan ini malah mengacaukan keputusannya. Akhirnya dia balik lagi ke system lama, dengan hanya berkomunkasi dengan brokernya, dan kinerjanya kembali naik seperti semula,
Darvas mengembangkan sebuah system trading yang dikenal dengan Box Theory. Trading range ada dalam sebuah box, sisi atas dari box adalah titik tertinggi transaksi, namun bila harga mampu menembus angka tersebut, garis tersebut menjadi dasar box berikutnya diatasnya. Sebaliknya bila harga saham turun sampai ke dasar box, biasanya akan mantul lagi keatas, bila harga ternyata menembus garis bawah, maka akan membentuk box baru dibawah box semula. 


Theory ini, tetap relevan pada zaman computer yang sudah ada dimana-mana, theory ini menjadi dasar dari banyak technical analysis yang saat ini popular. Boxnya bisa berupa berbagai bentuk, bukan hanya empat persegi computer. Garis box saat ini tidak harus horizontal danvertical, tapi bisa juga berupa slope yang miring, bahkan bisa berwujud grafik yang meliuk-liuk. Komputer menggambarkan secara grafis sisi-sisi dari box yang dihitung dari rata-rata harga saham selama satu periode (disebut moving average)
Nicolas Darvas meninggal than 1977, namun teorynya masih tetap menjadi inspirator orang sampai sekarang Bukunya yang terkenal, ‘How I made $ 2.000.000 in the Stock Market’, kembali dicetak ulang dengan tampilan aslinya. Tidak berubah.

Sadhono Hadi
20110311

Rabu, 26 Desember 2012

Emosi, Penyakit Utama



Dalam bergelut di dunia saham, emosi sering kali menjadi penyakit utama yang menjadi tirai menutupi kearifan dalam memilih saham. Bila kita terlanjur cinta kepada sebuah Bank dimana kita menjadi nasabahnya, pelayanannya begitu baik dan efisien, pengunjungnya banyak dibandingkan dengan Bank yang lain, maka kita beranggapan sahamnya baik dan kita juga mencintai sahamnya. Kita membeli saham berharap adanya gain atau modal kita tumbuh, pelayanannya prima bukan satu-satunya kaitan bahwa saham Bank tersebut akan tumbuh.

Mungkin, kita menyukai sebuah emiten, karena keponakan kita yang sangat cemerlang, menjadi pimpinannya dan kita yakin perusahaan tersebut bagus. Atau karena bertahun-tahun sejak orang tua kita pengguna sebuah produk odol, maka perusahaan pembuat pasta gigi tersebut menjadi favourit kita dalam bertrading saham. Atau mungkin perusahaan-perusahaan tersebut adalah tempat kita bekerja atau bertahun-tahun berinteraksi. Emosi-emosi demikian menutupi perhitungan rasional kita.

Saham sekedar komoditas. Kita hanya membeli komoditas yang terbaik. Bila mungkin kita membeli pada saat harga termurah dan menjualnya kembali saat komoditas tersebut telah menjadi terlalu mahal. Titik.
Nicholas Darvas, seorang pemain saham yang sukses di tahun 50-han, kecemerlangannya melorot tajam ketika ia membuka kantor di muka New York Stock Exchange, dimana dia bisa mendengarkan semua percakapan dan rumor dari para broker di pasar yang sibuk itu. Intuisinya kembali menajam, saat ia kembali ke pola lama dalam berkomunikasi dengan brokernya: lewat telegram! Ia tutup kembali telinganya dari segala macam rumor yang mengganggu emosinya.

Ilmu perang Sun Tzu yang kini banyak dipakai oleh para usahawan China, dipercaya menjadi resep China saat ini menjadi kekuatan ekonomi  no2 terbesar didunia. Sun Tzu, dalam salah satu ajarannya menyebutkan dalam berkompetisi janganlah emosi mengendalikan tindakan-tindakan bisnis kita. Emosi  menutupi petimbangan akal sehat dan menghancurkan objektivitas, padahal keduanya sangat dibutuhkan dalam berbisnis. Kehilangan control atas emosi menjadi kendala utama, sekaligus merusak senjata kita dalam bisnis.

Sabtu, 22 Desember 2012

Moving Average


Hanya Tuhan yang tahu berapa harga saham besok!....begitu keluh seorang anggota milis sepuh yang geram mendapati ramalan analis yang melenceng. 
Banyak sekali methode untuk meramalkan bagaimana harga saham besok. Apakah berdasarkan moving average, harga rata-rata yang selalu bergerak atau berdasarkan harga real saham itu sendiri.

Salah satu metode kuno yang terkenal adalah Candle sticks, yang di ciptakan pertama kali oleh Munehisa Homma pada abad ke 17 untuk meramalkan harga beras, sampai saat ini masih relevan dan masih banyak dipakai. Pada intinya metode ini meramalkan harga saham yang akan datang berdasarkan signal pembalikan dari sebuah trend.

Pada era komputer dan informasi yang berlimpah, tentu sangat sulit mengikuti harga saham yang melonjak-lonjak dengan tajam. Para ahli (atau analis technical) kemudian mengganti harga riel saham tersebut dengan harga rata-rata sekian hari sebelumnya. Inilah yang dikenal dengan moving average (MA). Dengan moving average, grafik harga saham menjadi lebih halus. Makin banyak sampel rata-rata, makin halus gambarnya. Itu sebabnya ada MA 5, MA 12, MA 30, MA 60 bahkan sampai MA 100. 
Menurut pengamatan para ahli, kalau dua MA yang berbeda dari sebuah saham bertubrukan, akan terjadi sebuah break-out atau perubahan dari sebuah trend. Saat itulah para trader bereaksi.

MA yang saat ini sangat terkenal, mendunia dan dipakai oleh banyak sekali trader. Para ahli ada yang tidak puas dengan hanya MA, namun mengembangkan lagi menjadi EMA, eksponensial. Sehingga grafiknya lebih lembut lagi dan tentu saja diharapkan lebih akurat lagi untuk meramalkan harga saham.

Pengembangan dari prinsip grafis MA ini menjadi alat yang diharapkan ampuh untuk meramalkan harga seperti stochastic, MACD, Bollinger dll, menjadi alat sehari-hari para trader di pasar modal. Tentu saja termasuk juga di Pasar Modal Indonesia.

Jumat, 21 Desember 2012

Distribusi Normal


Pada sebuah pelatihan pasar modal bagi pemula, saya minta seorang peserta melemparkan delapan buah koin 500 rupiah dari kuningan. Kemudian menghitung berapa gambar garuda yang muncul.
Dari sepuluh kali lemparan, sudah bisa di duga gambar tersebut muncul empat kali, atau 50% dari delapan.  Kemungkinan (probability) dari sebuah keping uang logam menurut teori memang 50%. 
Jumlah keping yang muncul kurang dari empat adalah 3 atau 5, kemudian yang sangat sedikit muncul 2 atau 6.

Bila kita melakukan percobaan dalam frekwensi yang banyak, 50 kali misalnya, maka tetap jumlah 4 adalah yang terbanyak dan berikutnya 3 atau 5.  Mengikuti pola yang sama, yakni bentuk genta atau bell. Angka 4 disebut modus atau mode, atau jumlah yang paling sering muncul.

Apakah pernah dalam salah satu lemparan kedelapan uang logam tersebut, terlentang atau gambar garuda semua? Bisa terjadi kalau frekwensi percobaan makin sering. 
Bila anda kurang kerjaan, daripada melamun, silahkan coba pada lemparan ke berapa SEMUA coin tersebut terlentang atau tengkurap. Catat pada percobaan keberapa dan tolong beritahu saya, karena saya juga kepingin tahu berapa probabilitas semua tengkurap atau semua telungkup dari 8 coin tersebut. Heee....

Pola kecenderungan inilah yang dikenal dengan Normal Distribution atau Distribusi Normal dari sebuah kemungkinan. Distribusi Normal ini ternyata dapat diterapkan pada banyak sekali peristiwa sehari-hari. 
Ambilah sampel sebuah kelas di SD Plumbon kabupaten Sleman misalnya, ternyata modus tinggi badan murid kelas satu adalah 116 – 118 cm. Bila ada murid yang tingginya 100 cm atau 130 cm, adalah suatu penyimpangan. 
Lebarnya penyimpangan ini ternyata bisa juga diukur dengan sebuah standar deviasi, bila lebih dari sebuah standar maka penyimpangan cukup menarik perhatian untuk di evaluasi lebih lanjut.
Pada suatu ketika, di makam Kuncen Jogyakarta, saya menunggu jenazah seorang kenalan yang di terbangkan dari Jakarta. Karena tidak ada kerjaan, saya kemudian mengamati nisan-nisan yang ada. Saya abaikan nisan anak-anak Balita yang saya temui disana, namun saya memfokuskan penelitian ke nisan penghuni biasa dari makam tersebut. Dari 50 nisan yang saya baca, tidak saya temukan ahli kubur yang saat meninggal berusia 40 tahun. Demikian juga saya tidak menemukan ahli kubur yang berusia 92 tahun. Modus yang paling banyak adalah kelompok usia 68-70 tahun. Itulah rata-rata usia maksimum orang Jogya (mungkin lho). Memang saya temukan ada satu jenazah seorang kyai yang berusaia 115 tahun, tapi itu sebuah penyimpangan sangat besar yang bisa diabaikan dalam perhitungan.

Teori Distribusi Normal ini, mungkin bisa juga diterapkan pada harga sebuah saham. Rahasia keakuratan tentu pada jumlah sampelnya. Jumlah sampel yang terlalu besar misalnya dua tahun tentu sudah obsolete dan tidak bisa dipakai. Terlalu kecil misalnya hanya 10 hari, juga kurang mewakili dan kita bisa terjerembab. 

Deviasi atau penyimpangan menjadi petunjuk apakah harga sudah menyimpang terlalu mahal atau terlalu murah. 
Percaya atau tidak, terserah anda.

Kamis, 20 Desember 2012

Volatilitas sebuah Saham


Volatilitas,  atau ukuran variasi harga sebuah instrumen keuanga  misalnya saham, sesungguhnya bersifat netral. 
Tidak memihak. 
Namun bagi sebagian investor atau pelaku pasar modal, volatilitas yang tinggi atau saham yang melonjak-lonjak seperti roller-coater ini, sangat tidak disukai. 
Sulit dipegang dan bisa menguras modal.

Namun demikian, bagi penganut analisa fundamental, ada sekelompok investor yang justru menyukai saham dengan volatilitas tinggi ini. Bagi mereka, sering kali menjadi sumber rejeki.

Sayangnya, mengukur volatilitas sebuah saham, tidak terlalu mudah. Kita harus mengukur median harga saham dalam periode tertentu, dan melihat penyebaran harga-harga tersebut. 
Untuk mengetahui penyebaran harga, kita bisa menghitung  standard deviasi yang dapat mewakili  seberapa jauh harga-harga itu tersebar dari mediannya, sehingga kita mendapatkan nilai volatilitas.
Bayangkan, untuk memilih saham-saham yang volityle, betapa banyak pekerjaan yang harus kita lakukan untuk mengukur seluruh 440 emiten di Pasar Modal.
Namun bak pepatah...... ‘kemana kepiting berlari, ujungnya selalu di piring nasi’...... kita tidak perlu menghitung volatilitas mutlak dengan cara diatas. Kita bisa mengukur volatilitas relatif, yang banyak disediakan oleh situs-situs gratis. 
Yang saya maksudkan adalah index Beta.

Beta adalah angka volatilitas sebuah saham terhadap angka sebagai bench mark, dalam hal ini adalah index gabungan. 
Jadi bila misalnya index saham ASII adalah 1.57, maka pergerakan harga ASII dibandingkan dengan volatilitas index harga gabungan adalah 1.57 kali. Kalau IHSG naik, maka ASII akan juga naik 1.57 kali, sebaliknya bila IHSG turun, maka ASII juga akan turun malah 1.57 kali lebih dalam. 
IHSG sendiri adalah rata-rata pergerakan 440 emiten.

Beberapa tip untuk mencari cuan dengan memanfaatkan volatilitas:

-   Carilah saham-saham yang fundamentalnya bagus menurut standard anda, misalnya anda dapatkan daftar 40 saham
-   Carilah dalam situs Reuters, berapa harga Beta dari saham-saham tersebut. Reuters dugaan saya menghitung dengan skala waktu 52 minggu, jadi angkanya cukup stabil.
-   Urutkan deretan saham anda dari angka Beta yang tertinggi sampai yang terendah.
-   Tentukan passing grade berapa Beta yang anda harapkan untuk memonitor, misalnya hanya Beta yang diatas 1.5 yang anda akan amati. Misalnya anda mendapatkan saham AAAA BBBB CCCC DDDD EEEE
-   Anda cukup perhatikan ke lima saham tersebut berapa harga tertinggi selama ini dan berapa terendah selama ini. Masuk pada area rendah dan jual pada area tinggi
-   Pada beberapa sekuritas, memiliki perangkat yang bisa kita setting selama satu bulan untuk menjaring saham-saham yang kita inginkan pada saat menyentuh harga yang kita harapkan.

Good luck, disclaimer on.

Rabu, 19 Desember 2012

Bouncing Effect


Coba periksa kabel charger anda dan temukan silinder diujung kabel sebelum kabel masuk ke lap-top. Apa fungsi silinder itu? Bagi yang pernah mengikuti mata kuliah elektronika, tentu pernah mendengar bouncing effect. 

Secara singkat.....manakala ada kontak listrik, biasanya pada tombol sakelar atau titik kontak relay, ternyata kontak tidak langsung sekali jadi. Ada beberapa mikro detik terjadi kontak-putus-kontak, sampai titik kontak stabil. Sinusioda kecil dan singkat ini hanya bisa dilihat di osiloskop, dan kadang kala bisa mengganggu. Mengapa? 

Karena saat kita melakukan satu kontak, ternyata ada beberapa kontak ikutan yang terjadi. Para teknisi kemudian memasang sirkit anti bouncing, yang umumnya berupa rangkaian kapasitor dan esistor, itulah yang saya maksudkan di awal tulisan ini.

Pembentukan harga saham di pasar modal juga memiliki effek  serupa, sebelum harga saham pada awal pasar dibuka sampai harga mencapai kestabilan. 
Bouncing yang amplitudo (dalam hal ini delta harga) cukup tinggi terjadi saat awal pasar dibuka dan menjelang akhir pasar ditutup. Harga saham sering kali meloncat-loncat turun naik dengan cepat sebelum terbentuk kestabilan antara demand dan supply.

Namun berbeda dengan bouncing di dunia  elektronika, bouncing di pasar saham banyak disukai investor. Sebagian investor sengaja memanfaatkan jendela singkat bouncing, untuk mengambil keuntungan saat perbedaan naik turun harga saham terjadi secara cepat. 
Bagi investor ini, antrian pagi hari saat pasar baru buka menjadi momen yang sangat penting. Beruntung bila dia mendapatkan harga terendah pada saat awal hari bullish, karena kemudian saham tadi bisa dijual dengan margin yang lumayan besar. 
Belanja model ini tentu mengandung resiko, bila investor pasang terlalu rendah, harga kemudian tidak ‘mampir’ untuk menjemput, si investor akan gigit jari pada pasar bullish. Sebaliknya pada saat menjelang pasar tutup, antara jam 15:30 sampai jam 16:00, bouncing juga terjadi dengan hebat. Bila investor berhasil mendapat harga yang cukup rendah, lebih rendah dari harga penutupan, berarti investor sudah mendapat ‘bekal’ saat sarapan besok pagi. Sekaligus mendongkrak (walaupun relatif tidak banyak), porto folio investasi.

Sekalipun bouncing ini sangat disukai oleh kaum ‘intraday’ yang mencari profit harian, namun ada type investor yang tidak menyukai bouncing. 
Bagi investor semacam ini, seringkali bouncing memberikan isyarat palsu yang bisa mengganggu keputusan atau rencana matang yang sudah disusun rapi. Investor ini akan menunggu isyarat konfirmasi yang lain, untuk mengambil keputusan final. Tentu saja bagi investor yang memiliki jangkauan investasi jangka panjang, bouncing umumnya dapat diabaikan.

Sadhono Hadi

Selasa, 18 Desember 2012

Madzab Dalam Dunia Investor


Peserta pembekalan calon pensiunan, mendapat pertanyaan dari fasilitator ......Sebagai seorang pedagang, dalam membeli dagangan, mana yang anda pilih dari dua kondisi dibawah ini ?
A. Membeli barang yang bagus dan murah, dengan keyakinan suatu saat pasti akan laku dijual dengan harga yang tinggi, sehingga akan diperoleh margin yang tinggi.
B. Membeli barang yang sedang laris manis, sekalipun harganya mahal dan belum tentu barangnya bagus, dengan harapan akan dapat segera dijual lagi walaupun untungnya tipis.
Hanya sebagian kecil peserta yang menjawab A, sedangkan sebagian besar menjawab B. 
Investor di pasar modal yang memiliki gaya A, disebut penganut analisa Fundamental.
Sedangkan investor yang memiliki gaya B, melakukan analisa Technical dalam memilih saham yang akan diperdagangkan.
Sebagian lain, ada investor yang menggabungkan kedua analisa tersebut.

Para Fundamentalist meneliti laporan keuangan dari emiten pasar modal. Saat ini banyak sekali situs internet yang menyediakan laporan keuangan perusahaan Tbk., mulai laporan triwulan sampai laporan lima tahun berturut-turut. 
Selain memeriksa laporan keuangan yang sesuai dengan standar akutansi, para Fundamentalist ini juga melihat PE (harga pasar saham dibandingkan dengan laba bersih per saham), Beta (angka yang menunjukan seberapa besar pergerakan indeks mempengaruhi harga saham), Divident Yield (seberapa besar perusahaan membagikan deviden kepada pemegang saham) dan masih banyak lagi.
Kadang-kadang para Fundamentalist mempertimbangkan juga siapa yang duduk sebagai CEO atau dewan Direksi dan Komisaris. Para fundamentalist juga sangat aware dengan harga komoditas lain yang dapat mempengaruhi harga, bahkan peka dengan situasi
politik baik domestic atau internasional.
Penganut aliran fundamental, sekalipun bahan acuannya sama yaitu laporan keuangan, namun methodanya sangat beragam. Ada yang mengutamakan angka sales (penjualan), namun ada juga yang melihat earning (laba bersih), ada pula yang hanya melihat growth per tahun. 
Sebagian investor sangat memperhatikan PE dari perusahaan sejenis, dalam sector yang sama, dan masih variasi method-methode yang lain.

Di sisi lain, penganut Technical hanya melihat ke pergerakan atau trend harga saham, sehingga sering kali mereka di sebut juga penganut 'trend-follower' atau para 'Chartist' karena sangat berpegang pada gambar grafik. Para Chartist berpendapat bahwa semua kondisi perusahaan, pengaruh luar, situasi politik, manajemen bahkan issue dan rumor yang benar ataupun yang palsu
bermuara ke harga, sehingga focus mereka adalah harga. 

Banyak sekali alat untuk menganalisa harga, salah satu yang paling tua
adalah Candle Stick. Awal mulanya dipakai di Jepang pada tahun 1700-an, yang saat itu dipakai untuk memprediksi pergerakan harga beras. 
Pada jaman modern dan computer sudah tersedia dimana-mana saat ini, alat yang banyak dipakai adalah MA/moving-average yaitu harga rata-rata dari suatu sekuritas pada suatu saat. Dengan MA dapat diprediksi trend, atau arah pergerakan harga. Dari moving averge ini kemudian dikembangkan banyak sekali tools lain seperti MACD, Bollinger band, Stochastic Oscilator dan masih banyak lagi. 

Software untuk memprediksi pergerakan harga berdasarkan technical juga banyak sekali tersedia. Metode analisa technical juga sangat beragam, sehingga hasil analisa mereka seringkali juga tidak sama.
Salah satu pelopor aliran Fundamental adalah Benyamin Graham, bukunya the Intelligent Investor yang pertama kali dicetak pada tahun 1950, sampai saat ini masih terus dicetak ulang dan diterjemahkan ke berbagai bahasa. 
Salah satu pengikut Graham adalah Warren Buffet, orang paling kaya sejagat, sekalipun dia mengaku menggabungkan analisa fundamental dan technical. 
Juga Burton G.Malkiel, Jim Rogers (sahabatnya George Sorros), dan masih banyak yang sukses dengan analisla fundamental.
Para Chartist legendaris, bisa disebut, Nicolas Darvas, Rick Dennis, Ed Sekota, Marty Schwartz dan masih banyak lagi, sebagian dari mereka sudah menjadi milyarder pada usia yang
masih muda.

Sadhono.....2011226