Mencari

Seorang investor selalu YAKIN bahwa rejeki itu ada di pasar Modal. Tugas sejatinya adalah mencari. Keindahannya adalah dalam berusaha menemukan. Akhirnya, kepuasannya tatkala menemukan apa yang diinginkannya

Jumat, 28 Februari 2014

Kenali Perusahaannya, belajar dari Peter Lynch

Manfaatkan apa yang sudah anda ketahui, itulah saran Peter Lynch, mantan pengelola Fidelity Magelian Fund, dari tahun 1977 sampai 1990. Saat Lynch mengambil alih perusahaan tersebut, modalnya hanya 20 juta dolar dan tumbuh menjadi 14 milyar saat ia pensiun. Setelah pensiun Lynch menulis dua buku, “Beating the Street” dan buku lainnya untuk para investor individu, “One up on Wall Street”.

Mirip Buffet, Lynch mengetahui mendalam perusahaan yang sahamnya akan dibeli. Pengetahuan karyawan perusahaan atau kompetitornya adalah sumber informasi yang sangat penting. Lynch banyak meluangkan waktu untuk berbicara dengan mereka. Lynch juga berbicara dengan para supplier, pelanggan, rekan kerja bahkan dari kita sendiri.

Kita sendiri atau tetangga kita pelanggan produk perusahaan, kita bisa melakukan riset trendnya. Misalnya ia sering makan di Taco Bell dalam perjalanannya, ia menyukainya dan ia mengkoleksi sahamnya. Iapun mengetahui mendalam tentang hotel La Quinta, dari kompetitornya Holiday Inn. Ia membeli saham Apple, setelah anak-anaknya minta Komputer fanatik merk itu. Bahkan perusahaannya kemudian memakai computer itu. Ia tahu produk-produk super dari kebiasaan belanja keluarganya.

Ia tak habis mengerti bagaimana karyawan industry mobil membeli saham perusahaan hiburan. Karyawan perusahaan di pabrik pesawat menyukai saham otomotif atau karyawan hotel membeli saham perusahaan kimia.

Belajar dari Lynch, kita tentu bisa mengamati pasta gigi yang kita pakai selama bertahun-tahun, merk mobil yang kita sukai, mini market langganan kita, Bank dimana kita fanatik mengelola uang kita. Kita bisa mengamati produknya, pelayanannya, pelanggannya, saingannya. Mungkin ada informasi yang bermanfaat untuk memilih saham yang akan kita koleksi.

Sabtu, 15 Februari 2014

Antara Mujur dan Mampu, belajar dari Philip Fisher

Warren Buffet, investor saham yang paling top mengakui bahwa Ia 15% Fisher dan 85% Graham. Almarhum Philip Fisher adalah bapaknya konsep membeli saham yang tumbuh (growth), seperti yang ditulisnya pada bukunya, Common Stocks and Uncommon Profits. Ia berpendapat ada beberapa perusahaan unggulan dan itu bisa ditemukan.

Perusahaan unggulan adalah perusahaan yang mampu tumbuh sales dan profitnya jauh diatas perusahaan-perusahaan dalam industry yang sejenis. Ia seolah berfilosofi, perusahaan yang demikian bila bukan perusahaan yang mujur dan mampu atau perusahaan yang mujur karena mampu. Kata-katanya agak membingungkan tapi kemudian dijelaskannya bahwa perusahaan yang mujur dan mampu adalah perusahaan yang dari awal, produknya bagus, manajemennya kuat dan beruntung karena banyak factor luar yang kebetulan disadari atau tidak disadari mendukung. Contoh yang mungkin cocok dengan maksud Fisher adalah Aqua, perusahaan air botolan. Sedang yang kedua, perusahaan yang mujur karena memang mampu, adalah perusahaan yang mungkin dari awal tidak memproduksi produk unggul, namun manajemennya begitu piawai sehingga mampu memasarkan dan menempatkan menjadi produk yang disukai.

Perusahaan yang diincar Fisher adalah perusahaan yang manajemenya bagus dengan intergritas yang tinggi, mengembangkan produk masa depan, divisi risetnya tangguh, organisasi marketing dan salesnya mapan. Tentu saja sales dan profitnya tumbuh tinggi.

Siapakah Philip Fisher? Tahun 1931 ia mendirikan perusahaan pengelola keuangan Fisher & Co dan mengelolanya sampai ia pension tahun 1999 pada usia 91 tahun. Perusahaannya ini kemudiaan tercatat sebagai perusahaan yang menghasilkan keuntungan luar biasa kepada para pelanggannya. Analis saham yang tidak menyukai publisitas ini dijuluki oleh majalan Morningstar sebagai, "one of the great investors of all time".


Saat ditanya anda piawai dalam memilih saham untuk dibeli, namun saat kapan anda menjual saham itu? Hampir tidak pernah, jawabnya. Salah satu pilihannya adalah perusahaan radio kecil yang kemudian tumbuh menjadi raksasa, Motorola. Dibeli tahun 1955 dan di milikinya sampai akhir hayatnya.

Kamis, 13 Februari 2014

Margin of Safety, belajar dari Benyamin Graham

Seorang sekaliber Benyamin Grahampun dengan rendah hati berkata bahwa “tidak ada seorangpun yang tahu bagaimana pasar akan berubah”, untuk itu Graham menganjurkan bahwa karena itu, kita harus pintar-pintar bereakasi terhadap pasar yang tidak menentu, sehingga masih menghasilkan untung, sekalipun pasar jatuh.

Ada nasihat yang sangat penting dari bukunya yang tebal: The Intelligent Investor, adalah konsep “margin of safety’. Inti dari konsep ini adalah menetapkan harga saham yang masih menguntungkan manakala pasar bisa anjlog sedalam-dalamnya. Graham tidak secara tegas bagaimana menerapkan konsep margin of safety ini, tapi ia mengambil salah satu methoda adalah menghitung Price per Book Value (PBV). Bila PBV dibawah dua pertiga, saham itu aman untuk di beli. Sehingga bila perusahaan itu bangkrut-pun, masih ada sisa untuk pemegang saham.


Saran Graham ini ekstrim, pengalaman saya pada pasar normal sulit menemukan saham yang fundamental bagus dengan PBV 0.66. Mungkin saat pasar pasca crash, bisa kita peroleh saham-saham yang demikian. Namun apakah saya harus berdoa pasar crash, sebelum belanja?