Analisa Fundamental 40 Saham Terbaik
Data Masa Lampau
Mencari
Seorang investor selalu YAKIN bahwa rejeki itu ada di pasar Modal. Tugas sejatinya adalah mencari. Keindahannya adalah dalam berusaha menemukan. Akhirnya, kepuasannya tatkala menemukan apa yang diinginkannya
Minggu, 14 September 2014
FundamenTop40 14 April
Sekali lagi saya mohon maaf sebesar-besarnya, karena menunggu laporan keuangan Triwulan 2, sekaligus redesigning software, hari ini kami masih belum bisa terbit. Semoga para pengguna bisa memakluminya. Terima kasih
Senin, 03 Maret 2014
Beli Saham Yang Lagi Lari, belajar dari William O'Neil
O’Neil mashur dengan teori, CAN SLIM nya. Akronimnya
sudah menunjukan bahwa perusahaan yang mampu lari cepat yang dipilihnya. Hampir
semua akronim itu menyiratkan perusahaan yang sedang lari. Current Quartelly
Earning, Annual Earning, New something yang sedang accelerating. Supply harus
lebih kecil dari demand, Leader in an industry, Market direction upward, bahkan
institutional ownership juga meskipun harus ada tapi harus ramping. Pemilik
saham institusi yang terlalu banyak, seakan-akan lemak yang harus dibuang agar
SLIM. Bukankah itu semua menunjukan bahwa ia hanya memilih saham yang sedang
lari cepat?
William O’Neil adalah seorang Master yang sukses. Usia 30
sudah duduk di NYSE. Iapun pendiri Business Daily, saingan The Wall Street
Journal. Iapun menulis buku yang terkenal “How to Make Money to Stocks”.
O’Neil adalah type Growth Investor sejati, yang sering
kali mengabaikan valuation. Buat apa membeli saham dengan melihat P/E nya?
Menurutnya, P/E yang rendah tentu ada alasannya. Itu sebabnya ia tidak menyukai
averaging down (membeli lagi saham yang harganya sedang menurun, agar
mendapatkan harga rata-rata yang lebih rendah).
Portofolio harus ketat dijaga, buang saham yang lambat,
hanya saham yang lari yang dikoleksi. Ibaratnya,bulan Januari buat apa
berdagang lagi terompet? Terompet hanya laris sebelum tahun baru. Benar juga
ya?
Jumat, 28 Februari 2014
Kenali Perusahaannya, belajar dari Peter Lynch
Manfaatkan apa yang sudah anda ketahui, itulah saran
Peter Lynch, mantan pengelola Fidelity Magelian Fund, dari tahun 1977 sampai
1990. Saat Lynch mengambil alih perusahaan tersebut, modalnya hanya 20 juta
dolar dan tumbuh menjadi 14 milyar saat ia pensiun. Setelah pensiun Lynch
menulis dua buku, “Beating the Street” dan buku lainnya untuk para investor
individu, “One up on Wall Street”.
Mirip Buffet, Lynch mengetahui mendalam perusahaan yang
sahamnya akan dibeli. Pengetahuan karyawan perusahaan atau kompetitornya adalah
sumber informasi yang sangat penting. Lynch banyak meluangkan waktu untuk
berbicara dengan mereka. Lynch juga berbicara dengan para supplier, pelanggan,
rekan kerja bahkan dari kita sendiri.
Kita sendiri atau tetangga kita pelanggan produk
perusahaan, kita bisa melakukan riset trendnya. Misalnya ia sering makan di
Taco Bell dalam perjalanannya, ia menyukainya dan ia mengkoleksi sahamnya.
Iapun mengetahui mendalam tentang hotel La Quinta, dari kompetitornya Holiday
Inn. Ia membeli saham Apple, setelah anak-anaknya minta Komputer fanatik merk
itu. Bahkan perusahaannya kemudian memakai computer itu. Ia tahu produk-produk
super dari kebiasaan belanja keluarganya.
Ia tak habis mengerti bagaimana karyawan industry mobil
membeli saham perusahaan hiburan. Karyawan perusahaan di pabrik pesawat
menyukai saham otomotif atau karyawan hotel membeli saham perusahaan kimia.
Belajar dari Lynch, kita tentu bisa mengamati pasta gigi
yang kita pakai selama bertahun-tahun, merk mobil yang kita sukai, mini market
langganan kita, Bank dimana kita fanatik mengelola uang kita. Kita bisa
mengamati produknya, pelayanannya, pelanggannya, saingannya. Mungkin ada
informasi yang bermanfaat untuk memilih saham yang akan kita koleksi.
Label:
Apple,
Beating,
Buffet,
competitor,
customer,
Fidelity Magelian,
Holiday Inn,
La Quinta,
Mini Market,
Pasta Gigi,
Peter Lynch,
Street,
supplier,
Taco Bell,
Wall Street
Sabtu, 15 Februari 2014
Antara Mujur dan Mampu, belajar dari Philip Fisher
Warren Buffet, investor saham yang paling top mengakui
bahwa Ia 15% Fisher dan 85% Graham. Almarhum Philip Fisher adalah bapaknya
konsep membeli saham yang tumbuh (growth), seperti yang ditulisnya pada
bukunya, Common Stocks and Uncommon Profits. Ia berpendapat ada beberapa
perusahaan unggulan dan itu bisa ditemukan.
Perusahaan unggulan adalah perusahaan yang mampu tumbuh
sales dan profitnya jauh diatas perusahaan-perusahaan dalam industry yang
sejenis. Ia seolah berfilosofi, perusahaan yang demikian bila bukan perusahaan
yang mujur dan mampu atau perusahaan yang mujur karena mampu. Kata-katanya agak
membingungkan tapi kemudian dijelaskannya bahwa perusahaan yang mujur dan mampu
adalah perusahaan yang dari awal, produknya bagus, manajemennya kuat dan
beruntung karena banyak factor luar yang kebetulan disadari atau tidak disadari
mendukung. Contoh yang mungkin cocok dengan maksud Fisher adalah Aqua,
perusahaan air botolan. Sedang yang kedua, perusahaan yang mujur karena memang
mampu, adalah perusahaan yang mungkin dari awal tidak memproduksi produk
unggul, namun manajemennya begitu piawai sehingga mampu memasarkan dan
menempatkan menjadi produk yang disukai.
Perusahaan yang diincar Fisher adalah perusahaan yang manajemenya
bagus dengan intergritas yang tinggi, mengembangkan produk masa depan, divisi
risetnya tangguh, organisasi marketing dan salesnya mapan. Tentu saja sales dan
profitnya tumbuh tinggi.
Siapakah Philip Fisher? Tahun 1931 ia mendirikan perusahaan
pengelola keuangan Fisher & Co dan mengelolanya sampai ia pension tahun 1999
pada usia 91 tahun. Perusahaannya ini kemudiaan tercatat sebagai perusahaan
yang menghasilkan keuntungan luar biasa kepada para pelanggannya. Analis saham
yang tidak menyukai publisitas ini dijuluki oleh majalan Morningstar sebagai, "one
of the great investors of all time".
Saat ditanya anda piawai dalam memilih saham untuk
dibeli, namun saat kapan anda menjual saham itu? Hampir tidak pernah, jawabnya.
Salah satu pilihannya adalah perusahaan radio kecil yang kemudian tumbuh
menjadi raksasa, Motorola. Dibeli tahun 1955 dan di milikinya sampai akhir hayatnya.
Kamis, 13 Februari 2014
Margin of Safety, belajar dari Benyamin Graham
Seorang sekaliber Benyamin Grahampun dengan rendah hati
berkata bahwa “tidak ada seorangpun yang tahu bagaimana pasar akan berubah”,
untuk itu Graham menganjurkan bahwa karena itu, kita harus
pintar-pintar bereakasi terhadap pasar yang tidak menentu, sehingga masih
menghasilkan untung, sekalipun pasar jatuh.
Ada nasihat yang sangat penting dari bukunya yang tebal:
The Intelligent Investor, adalah konsep “margin of safety’. Inti dari konsep
ini adalah menetapkan harga saham yang masih menguntungkan manakala pasar bisa anjlog
sedalam-dalamnya. Graham tidak secara tegas bagaimana menerapkan konsep margin
of safety ini, tapi ia mengambil salah satu methoda adalah menghitung Price per
Book Value (PBV). Bila PBV dibawah dua pertiga, saham itu aman untuk di beli.
Sehingga bila perusahaan itu bangkrut-pun, masih ada sisa untuk pemegang saham.
Saran Graham ini ekstrim, pengalaman saya pada pasar
normal sulit menemukan saham yang fundamental bagus dengan PBV 0.66. Mungkin
saat pasar pasca crash, bisa kita peroleh saham-saham yang demikian. Namun
apakah saya harus berdoa pasar crash, sebelum belanja?
Selasa, 21 Januari 2014
MYOR
Debt Equity Ratio 1.5, yah menurut saya lumayan banyak tapi
tidak sangat banyak beban hutangnya.
Gross Margin 11.30%, sebagai perusahaan yang berada dalam
area persaingan yang ketat, lumayan.
Pertumbuhan penjualan selama 3 – 5 tahun belakangan
sangat memuaskan, lebih dari 30%
PER nya terhadap PER industry sejenis cukup bagus, 26
dibandingkan dengan 34.
Selama ini investor asing selalu pada posisi net sell,
baru hari Selasa 21 January 2014, ada net buy dari asing.
Banyak pemain saham ritel yang pengin beli MYOR, tapi
terbentur modal. Nah, karena satuan lot sekarang tidak lagi 500 saham, maka
MYOR bisa dibeli dengan dana yang lebih ringan. Bagi investor gaya
fundamentalist, tentu harus memiliki cadangan dana yang cukup, manakala nanti
diperlukan averaging down dari harga saat ini. Disclaimer on.
Salam
Minggu, 05 Januari 2014
Berselancar di Awal 2014
Dunia saham itu seperti orang bermain selancar air. Peselancar
bisa meniti buih diatas ombak dan disitulah letak ke nikmatannya. Itulah yang
dimaksud oleh tulisan bung Benni Sinaga MM dalam bukunya “ Buku Saham Paling Fundamental”
Korban yang tenggelam terseret ombak dilaut, tutur Benni
Sinaga, biasanya karena kelelahan melawan ombak. Perenang jagoan, membiarkan
dirinya terseret kelaut jauh ketengah, kemudian mencari kesempatan untuk
mengikuti ombak, berenang dengan tenang kembali ke pantai.
Pemain saham yang berusaha melawan keganasan pasar modal
saat bearish akan tenggelam menjual sahamnya pada saat rendah. Pemain saham
yang berpengalaman dengan saham yang berfundamental bagus, dengan sabar menanti
pasar kembali bersahabat dan mengembalikan modal semula.
Bagi pemain saham yang senang mandi di laut, tamsil dari bung
Benni Sinaga ini sungguh tepat dan perlu menjadi patokan para pemodal khususnya
saat pasar modal anjlog di awal tahun 2014 ini.
Salam..
Langganan:
Postingan (Atom)