Ejekan yang paling
menyakitkan bagi trader yang senang averaging down adalah: Mereka adalah
looser, penakut! Pemenang sejati selalu berani melakukan stop-loss. Hampir di
semua buku mengenai saham, selalu menyarankan pembacanya melakukan stop- loss manakala
pasar sedang bearish, guna mengurangi kerugian yang lebih besar,.
Berbeda dengan
averaging down yang justru melakukan pembelian ulang pada saar pasar sedang
bearish. Dengan pembelian ulang dengan yang harganya lebih murah tersebut, harga
pembelian rata-rata menjadi menurun. Tujuan average down adalah mengejar bottom
price pada saat pasar bearish, sehingga pada saat pasar pulih kembali, trader
menuai profit di awal-awal harga rebound, dengan volume yang besar.
Jadi mana yang
benar? Apakah mereka takut membuang barang, atau mereka malah berani membeli
lagi barang pada harga discount? Biasanya trader berani melakukan averaging down
bila dia yakin saham yang dikoleksinya memiliki fundamental yang kokoh dan
pasar atau harga saham akan kembali membaik. Bagi mereka melakukan stop-loss
adalah tindakan mengeksekusi potensial loss menjadi loss beneran, sedang
average down adalah merubah potensi rugi menjadi untung. Kembali mana yang
benar, wallahu alam.
Pernahkah anda
mendengar istilah “Convergence Average Down”? Kejadiannya begini, suatu saat
saya mengkoleksi 9 macam saham, semuanya memiliki fundamental yang lumayan
bagus. Namun yang terbaik diantara semua
saham tersebut adalah BVIC, sebuah bank kecil yang daerah operasinya hanya di Jakarta.
Satu-satunya kelemahan saham tersebut adalah Market Capitalizationnya yang
kecil, sehingga ada kemungkinan tidak likuid di pasar.
Tiba-tiba pasar
mengalami bearish. Hampir semua saham memerah. Saya kemudian menjual satu
diantara 9 saham yang masih memiliki sedikit profit dan mengadakan averaged
down BVIC. Pasar masih menurun, saya menjual lagi saham lain yang profitnya
terkecil, kembali saya average down BVIC. Index hari demi hari terus menurun
dan saya berturut-turut menjual satu persatu semua saham dan hasil penjualan
saya belikan BVIC yang harganya kian menurun. Semua modal saya hanya tertanam
di BVIC dengan harga perolehan yang sangat rendah.
Pada saat kemudian
pasar membaik, ternyata BVIC adalah satu diantara saham-saham yang paling cepat
pulih. Saat itu BVIC bahkan menduduki ranking 3 yang prosentasi kenaikannya
tertinggi. Modal saya segera kembali positif dan kejadian itu menjadi salah
satu koleksi trading trick saya. Tentu saja saya tidak menganjurkan anda untuk langsung
meniru strategi semacam ini, situasinya belum tentu serupa.
Sadhono Hadi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar