Seorang sahabat menanyakan tentang nasib jemuran “karak”-nya.
Karak adalah kerak nasi yang hangus mengeras saat kita memasak nasi. Karak bila
di jemur kering, kemudian di goreng, lumayan enak untuk camilan dikala hujan
gerimis. Di Jogja karak goreng yang berdiameter lk 20 cm harganya Rp.12.000 dan
bisa di peroleh di hampir semua took oleh-oleh Jogya.
Tentu saja bukan karak itu yang dimaksud, modalnya
terkubur di saham KARK, yang harganya terpaku di harga minimum saham, 50
rupiah. Hampir selama satu tahun, 2012, saham PT Dayaindo Resources
International ini tidak ada transaksi. Penjual tidak bisa menjual di bawah
harga 50 rupiah tersebut, sedangkan pembeli tidak ada mau yang membeli pada
harga minimal tersebut. Akibatnya tidak terjadi transaksi sama sekali.
Pasar Modal memang penuh resiko, itu sebabnya otoritas
Pasar Modal menerapkan banyak sekali aturan yang ketat. Tidak ada jaminan modal
kita akan selamat. Namun demikian, Pasar Modal tetap sangat menarik, karena
potensi peningkatan kekayaan kita juga luar biasa. Sesungguhnya sahabat saya
ini tidak sendirian. Ingat jutaan investor menderita kerugian saat jatuhnya
Emron, Wordcom di tahun 90-an, Krisis ekonomi yang dimulai dari Thailand 1997, collapsenya
Baring Bank yang diawali dari Singapore, Lehman Brothers dan masih banyak lagi
contoh senasib.
Sesungguhnya mungkin modal sahabat saya itu masih ada
kemungkinan diselamatkan bila dijual diluar pasar. Sekuritas yang bertalian
bisa membantu menjual di pasar negosiasi, tentu saja dengan harga
banting-bantingan.
Tapi apakah masih ada pembelinya?
Data yang saya peroleh sangat minimal sehingga penjelasan
saya mungkin sangat tidak akurat dan banyak salahnya. Maaf. Laporan keuangan
yang terakhir yang diterbitkan oleh KARK yang bisa saya peroleh adalah triwulan
ke 4 tahun 2011. Selama tahun 2012 tidak ada laporan triwulan yang bisa saya
peroleh, mungkin memang KARK tidak perlu melaporkan, karena perusahaan ini
sedang bermasalah.
Sejak awal tahun 2012, KARK menghadapi tuntutan pailit
dari perusahaan asal Swiss SUEK AG. Tuntutan ini dikabulkan oleh Pengadilan
London, namun tidak dapat dieksekusi karena ternyata Pengadilan Niaga di
Indonesia membatalkan keputusan tersebut. Lepas dari masalah pailit, kembali
KARK dan perusahaan yang bernaung dibawahnya, PT Daya Mandiri Resources
menghadapi gugatan atas hutangnya kepada BII.
Dari laporan akhir 2011, saya dapati perusahaan tambang,
khususnya Batubara ini cukup bagus kondisinya.
Penjualan hampir 1 Trilyun, tepatnya 940 Milyar
Laba bersih 60 milyar, sehingga laba per saham adalah Rp.
3 cukup bagus untuk harga saham di bawah Rp. 50,
PER nya 16.2 cukup menarik dibandingkan PER industry sejenis
yang saat ini sekitar 19.34.
Operating Margin, EBIT/Sales 8.5 %, memang kecil untuk
perusahaan tambang tapi jauh diatas perusahaan konstruksi.
Total Asset nya 2.99 Trilyun sehingga ROA nya 2.1
Total Equitynya 2.3 Trilyun sehingga ROE nya 2.5
DER nya 0.2 sehingga sesungguhnya sangat aman, hutang
kepada BII yang hanya 91 Milyar belum apa-apanya dibandingkan dengan Asset dan
Equitynya.
Yang menarik, PBV (harga saham dibandingkan dengan harga
bukunya) hanyalah 0.4 jadi bila keadaan keuangan 2011 dipakai sebagai patokan,
sekalipun perusahaan ini pailit dan semua assetnya di jual, hutangnya dibayar,
para pemilik saham masih memperoleh sisa sekitar dua kali dari harga saham
sekarang!!!
Nah, saya tidak yakin penjelasan saya ini akurat, namun
setidaknya mungkin bisa menjawab pertanyaan sahabat saya, mengapa KARAK nya
tidak kunjung mengering. Salam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar