Mencari

Seorang investor selalu YAKIN bahwa rejeki itu ada di pasar Modal. Tugas sejatinya adalah mencari. Keindahannya adalah dalam berusaha menemukan. Akhirnya, kepuasannya tatkala menemukan apa yang diinginkannya
Tampilkan postingan dengan label broker. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label broker. Tampilkan semua postingan

Rabu, 26 Desember 2012

Emosi, Penyakit Utama



Dalam bergelut di dunia saham, emosi sering kali menjadi penyakit utama yang menjadi tirai menutupi kearifan dalam memilih saham. Bila kita terlanjur cinta kepada sebuah Bank dimana kita menjadi nasabahnya, pelayanannya begitu baik dan efisien, pengunjungnya banyak dibandingkan dengan Bank yang lain, maka kita beranggapan sahamnya baik dan kita juga mencintai sahamnya. Kita membeli saham berharap adanya gain atau modal kita tumbuh, pelayanannya prima bukan satu-satunya kaitan bahwa saham Bank tersebut akan tumbuh.

Mungkin, kita menyukai sebuah emiten, karena keponakan kita yang sangat cemerlang, menjadi pimpinannya dan kita yakin perusahaan tersebut bagus. Atau karena bertahun-tahun sejak orang tua kita pengguna sebuah produk odol, maka perusahaan pembuat pasta gigi tersebut menjadi favourit kita dalam bertrading saham. Atau mungkin perusahaan-perusahaan tersebut adalah tempat kita bekerja atau bertahun-tahun berinteraksi. Emosi-emosi demikian menutupi perhitungan rasional kita.

Saham sekedar komoditas. Kita hanya membeli komoditas yang terbaik. Bila mungkin kita membeli pada saat harga termurah dan menjualnya kembali saat komoditas tersebut telah menjadi terlalu mahal. Titik.
Nicholas Darvas, seorang pemain saham yang sukses di tahun 50-han, kecemerlangannya melorot tajam ketika ia membuka kantor di muka New York Stock Exchange, dimana dia bisa mendengarkan semua percakapan dan rumor dari para broker di pasar yang sibuk itu. Intuisinya kembali menajam, saat ia kembali ke pola lama dalam berkomunikasi dengan brokernya: lewat telegram! Ia tutup kembali telinganya dari segala macam rumor yang mengganggu emosinya.

Ilmu perang Sun Tzu yang kini banyak dipakai oleh para usahawan China, dipercaya menjadi resep China saat ini menjadi kekuatan ekonomi  no2 terbesar didunia. Sun Tzu, dalam salah satu ajarannya menyebutkan dalam berkompetisi janganlah emosi mengendalikan tindakan-tindakan bisnis kita. Emosi  menutupi petimbangan akal sehat dan menghancurkan objektivitas, padahal keduanya sangat dibutuhkan dalam berbisnis. Kehilangan control atas emosi menjadi kendala utama, sekaligus merusak senjata kita dalam bisnis.

Senin, 17 Desember 2012

Memilih Broker


Pasar modal, sekalipun bersifat terbuka, namun seorang investor tidak bisa langsung bertransaksi ke pasar modal, bisa dibayangkan, betapa sibuk dan ruwetnya bila jutaan investor langsung berdagang di pasar. 

Kita harus memiliki pedagang perantara effek atau broker,  yaitu sebuah perusahaan Sekuritas.
Kepada broker-lah kita percayakan modal kita untuk disimpan dan dikelola, sekalipun keputusan beli atau jual berikut semua resiko tetap ditangan kita. Broker menerima  ‘fee’ berupa prosentasi dari nilai jual atau beli saham para pelanggannya. 

Nah, karena broker akan menjadi partner kepercayaan kita dalam berinvestasi, pinter-pinter lah memilih broker yang akan melayani kita.
Pertama, tentu saja realibility. Salah pilih, bertemu broker yang nakal, modal kita bisa digondol pergi. Seperti kata pepatah.......saat menjemur dendeng janganlah dititipkan ke kucing belang.

Profil atau track record perusahaan sekuritas perlu kita teliti. Syukur-syukur bila sekuritas tersebut juga perusahaan Terbuka (Tbk.,), sehingga setidaknya otoritas pasar modal ikut memeriksa laporan keuangan setiap tahun. 

Belajar dari pengalaman beberapa tahun yang lalu, saat pemilik perusahaan sekuritas terkenal kabur membawa modal pelanggannya, pasar modal saat ini meminta para investor memiliki kartu Akses. Sehingga kita dapat mengecek sendiri langsung ke pasar modal apakah transaksi kita dilakukan ‘back to back’ oleh broker ybs. Tanpa ada rekayasa macem-macem.

Ada pelaku pasar modal yang sangat concern dengan fee yang dipungut saat kita bertransaksi, namun pada saat ini dengan persaingan yang cukup tajam diantara para sekuritas maka fee yang dipungut relatif tidak terlalu besar perbedaannya antara satu broker dengan yang lain. Lagi pula bila kita bertransaksi mengikuti perhitungan dari system kita, seyogyanya hitung-menghitung fee ini jangan sampai mengganggu konsentrasi kita dalam bertransaksi.

Perlu juga dipertimbangkan, berapa ‘margin’ yang disediakan bila kita berbelanja saham melebihi modal yang kita miliki, lalu kita terpaksa ngutang dan kena bunganya. Serta berapa hari mereka memberikan tenggat waktu sebelum Forced sales (jual paksa beberapa saham untuk menutup hutang).

Tergantung gaya berinvestasi kita. Kita bisa memilih broker yang banyak membantu kita dengan data, saran dan hasil analisa sekuritas setiap hari, sehingga menolong kita dalam mengambil keputusan. Atau seperti banyak pemain pasar yang sudah memiliki system yang mantap dan confident dengan perhitungannya sendiri dan tidak perlu atau bahkan menolak berita atau issue dari para analis lain, yang justru dapat mengganggu keputusan yang sudah benar.

Sekalipun kita pelaku investasi dengan system on-line, kadang-kadang kita harus datang juga ke kantor sekuritas untuk melakukan suatu keperluan atau menandatangani formulir yang tidak dapat dilakukan secara on-line, untuk itu lebih baik kalau kita memilih broker yang lokasinya mudah dijangkau dan relative tidak jauh dari rumah atau kantor anda sekarang. Perlu dicatat....kadang-kadang untuk masalah teknis seperti down-load program dsb, kita terpaksa datang ke kantor sekuritas. Kantor sekuritas juga salah satu tempat yang terbaik untuk resque manakala computer, modem, speedy atau flash kita sedang rewel. 

Tergantung kita juga.....ada sekuritas yang tampilan layarnya sangat user friendly dan nyaman dengan segala data yang dibutuhkan, namun ada juga sekuritas yang tampil dengan data yang canggih dan malah terlalu lengkap. 
Semuanya tergantung selera anda.

Dan, cari pula Broker yang memiliki program pembekalan awal bagi para investor pemula dan program customer gathering untuk pemain lama. Dengan demikian Broker selalu menjalin hubungan timbal balik yang baik, bukan sekedar mengejar fee.

Last but not least, yang cukup penting dalah kemampuan software broker yang akan kita pilih. Pada beberapa system trading, T3B misalnya yang saat ini sangat terkenal di Indonesia, sangat mengandalkan saat ‘break-out’ dalam eksekusi pembelian. Untuk itu diperlukan broker yang memiliki programmable entry/exit, di level mana kita entry dan pada level mana kita exit, baik untuk cut loss maupun saat profit taking, secara otomatis. 
Sistem yang kurang canggih, tidak memiliki fasilitas otomatis ini, investor terpaksa secara manual memelototi pasar dan mengeksekusi secara manual.

Terakhir, jam pelayanan antrian. 
System yang baik memungkinkan kita untuk antri baik jual maupun beli setiap saat sejak jam  00:00 pada hari yang sama. Sehingga setelah anda menyusun ‘trading plan’ sampai larut malam, dapat langsung dieksekusi mulai jam 00:01 sebelum kita berangkat tidur

Sadhono