Mencari

Seorang investor selalu YAKIN bahwa rejeki itu ada di pasar Modal. Tugas sejatinya adalah mencari. Keindahannya adalah dalam berusaha menemukan. Akhirnya, kepuasannya tatkala menemukan apa yang diinginkannya
Tampilkan postingan dengan label pasarmodal. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label pasarmodal. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 22 Desember 2012

Moving Average


Hanya Tuhan yang tahu berapa harga saham besok!....begitu keluh seorang anggota milis sepuh yang geram mendapati ramalan analis yang melenceng. 
Banyak sekali methode untuk meramalkan bagaimana harga saham besok. Apakah berdasarkan moving average, harga rata-rata yang selalu bergerak atau berdasarkan harga real saham itu sendiri.

Salah satu metode kuno yang terkenal adalah Candle sticks, yang di ciptakan pertama kali oleh Munehisa Homma pada abad ke 17 untuk meramalkan harga beras, sampai saat ini masih relevan dan masih banyak dipakai. Pada intinya metode ini meramalkan harga saham yang akan datang berdasarkan signal pembalikan dari sebuah trend.

Pada era komputer dan informasi yang berlimpah, tentu sangat sulit mengikuti harga saham yang melonjak-lonjak dengan tajam. Para ahli (atau analis technical) kemudian mengganti harga riel saham tersebut dengan harga rata-rata sekian hari sebelumnya. Inilah yang dikenal dengan moving average (MA). Dengan moving average, grafik harga saham menjadi lebih halus. Makin banyak sampel rata-rata, makin halus gambarnya. Itu sebabnya ada MA 5, MA 12, MA 30, MA 60 bahkan sampai MA 100. 
Menurut pengamatan para ahli, kalau dua MA yang berbeda dari sebuah saham bertubrukan, akan terjadi sebuah break-out atau perubahan dari sebuah trend. Saat itulah para trader bereaksi.

MA yang saat ini sangat terkenal, mendunia dan dipakai oleh banyak sekali trader. Para ahli ada yang tidak puas dengan hanya MA, namun mengembangkan lagi menjadi EMA, eksponensial. Sehingga grafiknya lebih lembut lagi dan tentu saja diharapkan lebih akurat lagi untuk meramalkan harga saham.

Pengembangan dari prinsip grafis MA ini menjadi alat yang diharapkan ampuh untuk meramalkan harga seperti stochastic, MACD, Bollinger dll, menjadi alat sehari-hari para trader di pasar modal. Tentu saja termasuk juga di Pasar Modal Indonesia.

Jumat, 21 Desember 2012

Distribusi Normal


Pada sebuah pelatihan pasar modal bagi pemula, saya minta seorang peserta melemparkan delapan buah koin 500 rupiah dari kuningan. Kemudian menghitung berapa gambar garuda yang muncul.
Dari sepuluh kali lemparan, sudah bisa di duga gambar tersebut muncul empat kali, atau 50% dari delapan.  Kemungkinan (probability) dari sebuah keping uang logam menurut teori memang 50%. 
Jumlah keping yang muncul kurang dari empat adalah 3 atau 5, kemudian yang sangat sedikit muncul 2 atau 6.

Bila kita melakukan percobaan dalam frekwensi yang banyak, 50 kali misalnya, maka tetap jumlah 4 adalah yang terbanyak dan berikutnya 3 atau 5.  Mengikuti pola yang sama, yakni bentuk genta atau bell. Angka 4 disebut modus atau mode, atau jumlah yang paling sering muncul.

Apakah pernah dalam salah satu lemparan kedelapan uang logam tersebut, terlentang atau gambar garuda semua? Bisa terjadi kalau frekwensi percobaan makin sering. 
Bila anda kurang kerjaan, daripada melamun, silahkan coba pada lemparan ke berapa SEMUA coin tersebut terlentang atau tengkurap. Catat pada percobaan keberapa dan tolong beritahu saya, karena saya juga kepingin tahu berapa probabilitas semua tengkurap atau semua telungkup dari 8 coin tersebut. Heee....

Pola kecenderungan inilah yang dikenal dengan Normal Distribution atau Distribusi Normal dari sebuah kemungkinan. Distribusi Normal ini ternyata dapat diterapkan pada banyak sekali peristiwa sehari-hari. 
Ambilah sampel sebuah kelas di SD Plumbon kabupaten Sleman misalnya, ternyata modus tinggi badan murid kelas satu adalah 116 – 118 cm. Bila ada murid yang tingginya 100 cm atau 130 cm, adalah suatu penyimpangan. 
Lebarnya penyimpangan ini ternyata bisa juga diukur dengan sebuah standar deviasi, bila lebih dari sebuah standar maka penyimpangan cukup menarik perhatian untuk di evaluasi lebih lanjut.
Pada suatu ketika, di makam Kuncen Jogyakarta, saya menunggu jenazah seorang kenalan yang di terbangkan dari Jakarta. Karena tidak ada kerjaan, saya kemudian mengamati nisan-nisan yang ada. Saya abaikan nisan anak-anak Balita yang saya temui disana, namun saya memfokuskan penelitian ke nisan penghuni biasa dari makam tersebut. Dari 50 nisan yang saya baca, tidak saya temukan ahli kubur yang saat meninggal berusia 40 tahun. Demikian juga saya tidak menemukan ahli kubur yang berusia 92 tahun. Modus yang paling banyak adalah kelompok usia 68-70 tahun. Itulah rata-rata usia maksimum orang Jogya (mungkin lho). Memang saya temukan ada satu jenazah seorang kyai yang berusaia 115 tahun, tapi itu sebuah penyimpangan sangat besar yang bisa diabaikan dalam perhitungan.

Teori Distribusi Normal ini, mungkin bisa juga diterapkan pada harga sebuah saham. Rahasia keakuratan tentu pada jumlah sampelnya. Jumlah sampel yang terlalu besar misalnya dua tahun tentu sudah obsolete dan tidak bisa dipakai. Terlalu kecil misalnya hanya 10 hari, juga kurang mewakili dan kita bisa terjerembab. 

Deviasi atau penyimpangan menjadi petunjuk apakah harga sudah menyimpang terlalu mahal atau terlalu murah. 
Percaya atau tidak, terserah anda.

Kamis, 20 Desember 2012

Volatilitas sebuah Saham


Volatilitas,  atau ukuran variasi harga sebuah instrumen keuanga  misalnya saham, sesungguhnya bersifat netral. 
Tidak memihak. 
Namun bagi sebagian investor atau pelaku pasar modal, volatilitas yang tinggi atau saham yang melonjak-lonjak seperti roller-coater ini, sangat tidak disukai. 
Sulit dipegang dan bisa menguras modal.

Namun demikian, bagi penganut analisa fundamental, ada sekelompok investor yang justru menyukai saham dengan volatilitas tinggi ini. Bagi mereka, sering kali menjadi sumber rejeki.

Sayangnya, mengukur volatilitas sebuah saham, tidak terlalu mudah. Kita harus mengukur median harga saham dalam periode tertentu, dan melihat penyebaran harga-harga tersebut. 
Untuk mengetahui penyebaran harga, kita bisa menghitung  standard deviasi yang dapat mewakili  seberapa jauh harga-harga itu tersebar dari mediannya, sehingga kita mendapatkan nilai volatilitas.
Bayangkan, untuk memilih saham-saham yang volityle, betapa banyak pekerjaan yang harus kita lakukan untuk mengukur seluruh 440 emiten di Pasar Modal.
Namun bak pepatah...... ‘kemana kepiting berlari, ujungnya selalu di piring nasi’...... kita tidak perlu menghitung volatilitas mutlak dengan cara diatas. Kita bisa mengukur volatilitas relatif, yang banyak disediakan oleh situs-situs gratis. 
Yang saya maksudkan adalah index Beta.

Beta adalah angka volatilitas sebuah saham terhadap angka sebagai bench mark, dalam hal ini adalah index gabungan. 
Jadi bila misalnya index saham ASII adalah 1.57, maka pergerakan harga ASII dibandingkan dengan volatilitas index harga gabungan adalah 1.57 kali. Kalau IHSG naik, maka ASII akan juga naik 1.57 kali, sebaliknya bila IHSG turun, maka ASII juga akan turun malah 1.57 kali lebih dalam. 
IHSG sendiri adalah rata-rata pergerakan 440 emiten.

Beberapa tip untuk mencari cuan dengan memanfaatkan volatilitas:

-   Carilah saham-saham yang fundamentalnya bagus menurut standard anda, misalnya anda dapatkan daftar 40 saham
-   Carilah dalam situs Reuters, berapa harga Beta dari saham-saham tersebut. Reuters dugaan saya menghitung dengan skala waktu 52 minggu, jadi angkanya cukup stabil.
-   Urutkan deretan saham anda dari angka Beta yang tertinggi sampai yang terendah.
-   Tentukan passing grade berapa Beta yang anda harapkan untuk memonitor, misalnya hanya Beta yang diatas 1.5 yang anda akan amati. Misalnya anda mendapatkan saham AAAA BBBB CCCC DDDD EEEE
-   Anda cukup perhatikan ke lima saham tersebut berapa harga tertinggi selama ini dan berapa terendah selama ini. Masuk pada area rendah dan jual pada area tinggi
-   Pada beberapa sekuritas, memiliki perangkat yang bisa kita setting selama satu bulan untuk menjaring saham-saham yang kita inginkan pada saat menyentuh harga yang kita harapkan.

Good luck, disclaimer on.

Rabu, 19 Desember 2012

Bouncing Effect


Coba periksa kabel charger anda dan temukan silinder diujung kabel sebelum kabel masuk ke lap-top. Apa fungsi silinder itu? Bagi yang pernah mengikuti mata kuliah elektronika, tentu pernah mendengar bouncing effect. 

Secara singkat.....manakala ada kontak listrik, biasanya pada tombol sakelar atau titik kontak relay, ternyata kontak tidak langsung sekali jadi. Ada beberapa mikro detik terjadi kontak-putus-kontak, sampai titik kontak stabil. Sinusioda kecil dan singkat ini hanya bisa dilihat di osiloskop, dan kadang kala bisa mengganggu. Mengapa? 

Karena saat kita melakukan satu kontak, ternyata ada beberapa kontak ikutan yang terjadi. Para teknisi kemudian memasang sirkit anti bouncing, yang umumnya berupa rangkaian kapasitor dan esistor, itulah yang saya maksudkan di awal tulisan ini.

Pembentukan harga saham di pasar modal juga memiliki effek  serupa, sebelum harga saham pada awal pasar dibuka sampai harga mencapai kestabilan. 
Bouncing yang amplitudo (dalam hal ini delta harga) cukup tinggi terjadi saat awal pasar dibuka dan menjelang akhir pasar ditutup. Harga saham sering kali meloncat-loncat turun naik dengan cepat sebelum terbentuk kestabilan antara demand dan supply.

Namun berbeda dengan bouncing di dunia  elektronika, bouncing di pasar saham banyak disukai investor. Sebagian investor sengaja memanfaatkan jendela singkat bouncing, untuk mengambil keuntungan saat perbedaan naik turun harga saham terjadi secara cepat. 
Bagi investor ini, antrian pagi hari saat pasar baru buka menjadi momen yang sangat penting. Beruntung bila dia mendapatkan harga terendah pada saat awal hari bullish, karena kemudian saham tadi bisa dijual dengan margin yang lumayan besar. 
Belanja model ini tentu mengandung resiko, bila investor pasang terlalu rendah, harga kemudian tidak ‘mampir’ untuk menjemput, si investor akan gigit jari pada pasar bullish. Sebaliknya pada saat menjelang pasar tutup, antara jam 15:30 sampai jam 16:00, bouncing juga terjadi dengan hebat. Bila investor berhasil mendapat harga yang cukup rendah, lebih rendah dari harga penutupan, berarti investor sudah mendapat ‘bekal’ saat sarapan besok pagi. Sekaligus mendongkrak (walaupun relatif tidak banyak), porto folio investasi.

Sekalipun bouncing ini sangat disukai oleh kaum ‘intraday’ yang mencari profit harian, namun ada type investor yang tidak menyukai bouncing. 
Bagi investor semacam ini, seringkali bouncing memberikan isyarat palsu yang bisa mengganggu keputusan atau rencana matang yang sudah disusun rapi. Investor ini akan menunggu isyarat konfirmasi yang lain, untuk mengambil keputusan final. Tentu saja bagi investor yang memiliki jangkauan investasi jangka panjang, bouncing umumnya dapat diabaikan.

Sadhono Hadi

Senin, 17 Desember 2012

Memilih Broker


Pasar modal, sekalipun bersifat terbuka, namun seorang investor tidak bisa langsung bertransaksi ke pasar modal, bisa dibayangkan, betapa sibuk dan ruwetnya bila jutaan investor langsung berdagang di pasar. 

Kita harus memiliki pedagang perantara effek atau broker,  yaitu sebuah perusahaan Sekuritas.
Kepada broker-lah kita percayakan modal kita untuk disimpan dan dikelola, sekalipun keputusan beli atau jual berikut semua resiko tetap ditangan kita. Broker menerima  ‘fee’ berupa prosentasi dari nilai jual atau beli saham para pelanggannya. 

Nah, karena broker akan menjadi partner kepercayaan kita dalam berinvestasi, pinter-pinter lah memilih broker yang akan melayani kita.
Pertama, tentu saja realibility. Salah pilih, bertemu broker yang nakal, modal kita bisa digondol pergi. Seperti kata pepatah.......saat menjemur dendeng janganlah dititipkan ke kucing belang.

Profil atau track record perusahaan sekuritas perlu kita teliti. Syukur-syukur bila sekuritas tersebut juga perusahaan Terbuka (Tbk.,), sehingga setidaknya otoritas pasar modal ikut memeriksa laporan keuangan setiap tahun. 

Belajar dari pengalaman beberapa tahun yang lalu, saat pemilik perusahaan sekuritas terkenal kabur membawa modal pelanggannya, pasar modal saat ini meminta para investor memiliki kartu Akses. Sehingga kita dapat mengecek sendiri langsung ke pasar modal apakah transaksi kita dilakukan ‘back to back’ oleh broker ybs. Tanpa ada rekayasa macem-macem.

Ada pelaku pasar modal yang sangat concern dengan fee yang dipungut saat kita bertransaksi, namun pada saat ini dengan persaingan yang cukup tajam diantara para sekuritas maka fee yang dipungut relatif tidak terlalu besar perbedaannya antara satu broker dengan yang lain. Lagi pula bila kita bertransaksi mengikuti perhitungan dari system kita, seyogyanya hitung-menghitung fee ini jangan sampai mengganggu konsentrasi kita dalam bertransaksi.

Perlu juga dipertimbangkan, berapa ‘margin’ yang disediakan bila kita berbelanja saham melebihi modal yang kita miliki, lalu kita terpaksa ngutang dan kena bunganya. Serta berapa hari mereka memberikan tenggat waktu sebelum Forced sales (jual paksa beberapa saham untuk menutup hutang).

Tergantung gaya berinvestasi kita. Kita bisa memilih broker yang banyak membantu kita dengan data, saran dan hasil analisa sekuritas setiap hari, sehingga menolong kita dalam mengambil keputusan. Atau seperti banyak pemain pasar yang sudah memiliki system yang mantap dan confident dengan perhitungannya sendiri dan tidak perlu atau bahkan menolak berita atau issue dari para analis lain, yang justru dapat mengganggu keputusan yang sudah benar.

Sekalipun kita pelaku investasi dengan system on-line, kadang-kadang kita harus datang juga ke kantor sekuritas untuk melakukan suatu keperluan atau menandatangani formulir yang tidak dapat dilakukan secara on-line, untuk itu lebih baik kalau kita memilih broker yang lokasinya mudah dijangkau dan relative tidak jauh dari rumah atau kantor anda sekarang. Perlu dicatat....kadang-kadang untuk masalah teknis seperti down-load program dsb, kita terpaksa datang ke kantor sekuritas. Kantor sekuritas juga salah satu tempat yang terbaik untuk resque manakala computer, modem, speedy atau flash kita sedang rewel. 

Tergantung kita juga.....ada sekuritas yang tampilan layarnya sangat user friendly dan nyaman dengan segala data yang dibutuhkan, namun ada juga sekuritas yang tampil dengan data yang canggih dan malah terlalu lengkap. 
Semuanya tergantung selera anda.

Dan, cari pula Broker yang memiliki program pembekalan awal bagi para investor pemula dan program customer gathering untuk pemain lama. Dengan demikian Broker selalu menjalin hubungan timbal balik yang baik, bukan sekedar mengejar fee.

Last but not least, yang cukup penting dalah kemampuan software broker yang akan kita pilih. Pada beberapa system trading, T3B misalnya yang saat ini sangat terkenal di Indonesia, sangat mengandalkan saat ‘break-out’ dalam eksekusi pembelian. Untuk itu diperlukan broker yang memiliki programmable entry/exit, di level mana kita entry dan pada level mana kita exit, baik untuk cut loss maupun saat profit taking, secara otomatis. 
Sistem yang kurang canggih, tidak memiliki fasilitas otomatis ini, investor terpaksa secara manual memelototi pasar dan mengeksekusi secara manual.

Terakhir, jam pelayanan antrian. 
System yang baik memungkinkan kita untuk antri baik jual maupun beli setiap saat sejak jam  00:00 pada hari yang sama. Sehingga setelah anda menyusun ‘trading plan’ sampai larut malam, dapat langsung dieksekusi mulai jam 00:01 sebelum kita berangkat tidur

Sadhono

Minggu, 16 Desember 2012

Resiko atau Gambling


Hampir setiap pagi saya jalan ke pasar Suci. 
Di salah satu gang, jalannya becek karena puluhan kwintal tomat dibuang karena busuk dan tidak laku. Kali lain, saya temukan jambu biji berkeranjang-keranjang dibuang ....busuk.
Pada saat harga cabe meroket, berebutan orang bisnis cabe, tanam cabe, maling cabe. Dan beberapa minggu kemudian harga cabe turun melorot. Orang-orang kelabakan.....rugi. 

Bisnis dan resiko adalah sekeping uang dengan dua sisi.. Apakah kemudian dagang tomat, cabe, jambu biji adalah gambling? Apakah yang menanam Jengjen (albasia), yang kemudian habis ditebangi maling, gambling?

Pasar modal adalah pasar biasa saja, komoditasnya adalah saham. Pasar modal adalah tempat lokasi bisnis yang paling tinggi kadar etikanya. Pasar modal juga sarat dengan berbagai peraturan untuk melindungi investor. 
Mengapa? 
Berbeda dengan kredit card, bila kita ngemplang tentu akan dikerubut oleh debt collector, karena kita telah teken kontrak dengan card issuer. 
Maka lain halnya dengan saham. Bila kita memiliki saham ESOP TELKOM, kemudian TELKOM bangkrut  ( naudzubillahimindaliq, tapi saya pernah menulis artikel: 'Andikata BUMN bangkrut' ), maka saham kita menjadi lembaran bungkus pisang goreng.

Itu sebabnya Pasar modal adalah tempat berdagang yang paling transparan......siapa yang beli, siapa yang jual, berapa bid, berapa offer, posisi antrian. Bahkan informasi mengenai barang  dagangan TELKOM pun bisa dibuka di berbagai situs,. Kalau belum jelas, silahkan tanya ke bagian hubungan investor. Secara undang-undang TELKOM harus menjelaskan. 
Ingat kasus sebuah BUMN bidang energy ? Pejabatnya kena denda ratusan juta, karena insider trading yang telat menyampaikan informasi. Direksi malah didenda milyaran rupiah..

Saya setuju bila ada yang mengatakan bermain saham adalah gambling.....bila mereka hanya melihat detik demi detik aliran pasar modal dan main tubruk tanpa perhitungan. Sebab kalau  kita ngebo bingung.... sembrono!

Namun saya kurang setuju bila yang pemain memiliki system, tahu saham mana yang akan dipilih, tahu kapan beli kapan jual...... disebut gambler. Mereka selalu pasang stop-loss untuk mitigasi guna menangkal risiko, bila perhitungannya meleset. Kalaupun rugi, terukur dan tahu berapa persen.
Saya sangat tidak setuju bila seorang yang membeli saham yang sudah ditelitinya, disebut gambler. Karena pemain semacam ini selama menggeluti saham, mungkin ribuan transaksi telah dilakukan, semua ada catatannya. Bisa ditrace kembali dan dicari sebabnya mengapa perhitungannya bisa meleset, bila salah pasang. Semua ada analisanya dan tercatat.

Nah.....asal benar, punya system, teliti, mental kuat, disiplin.....bermain saham sangat menyenangkan, dan aman.

Sadhono.....